SiarKota.Com | Artikel Ilmiah—Para ahli bioteknologi di Universitas Rice telah menciptakan konstruksi sel pintar yang baru dengan memanfaatkan fosforilasi. Temuan ini berpotensi menyembuhkan berbagai macam penyakit kompleks, seperti autoimun dan kanker. Penelitian ini dipublikasikan di jurnal Science pada bulan Januari 2025.
Fosforilasi adalah proses ketika sel menambahkan gugus fosfat (PO₄³⁻) ke protein. Proses ini merupakan salah satu cara utama sel mengatur aktivitas protein.
Penambahan gugus fosfat dapat mengubah fungsi protein dengan cara mengaktifkan atau menonaktifkannya, mengubah lokasinya dalam sel, atau memengaruhi interaksinya dengan molekul lain.
Proses ini sangat penting dalam berbagai fungsi sel, termasuk pengaturan aktivitas enzim, pensinyalan sel, dan penanggapan terhadap perubahan lingkungan.
Fosforilasi memainkan peran kunci dalam mengubah sinyal eksternal menjadi respons internal dalam sel, misalnya melalui pergerakan, sekresi zat, reaksi terhadap patogen, atau ekspresi gen.
Xiaoyu Yang, peneliti utama proyek ini, menjelaskan: “Bayangkan prosesor kecil di dalam sel yang terbuat dari protein yang bisa memutuskan cara merespons sinyal, seperti peradangan, tumor, atau kadar gula darah. Sel pintar ini bisa mendeteksi tanda penyakit dan segera mengeluarkan pengobatan yang sesuai.”
Inovasi tim terletak pada cara mereka memperlakukan setiap siklus dalam rentetan fosforilasi dengan cara baru. Pendekatan ini memungkinkan penciptaan jalur baru yang menghubungkan input dan output seluler.
Caleb Bashor, peneliti pendamping proyek ini, menjelaskan: “Siklus fosforilasi tidak hanya saling terhubung, tetapi juga bisa dihubungkan dengan cara yang lebih canggih daripada sebelumnya.”
Sirkuit sintetis ini menunjukkan respons cepat dan aktif dalam hitungan detik. Sirkuit ini berbeda dengan desain sebelumnya yang lebih lambat. Para peneliti berhasil menguji kemampuan sirkuit untuk merespons sinyal eksternal, seperti faktor inflamasi.
Tim peneliti Universitas Rice berhasil merekayasa sirkuit seluler yang bisa mendeteksi faktor inflamasi, mengendalikan kambuhnya autoimun, dan mengurangi toksisitas imunoterapi.
Caroline Ajo-Franklin, Direktur Lembaga Biologi Sintetis Rice, menyoroti pentingnya penelitian ini: “Dalam 20 tahun terakhir, ahli biologi sintetis telah mempelajari cara memanipulasi bakteri untuk merespons perubahan lingkungan. Pekerjaan Laboratorium di Universitas Rice ini membawa kita pada pandangan baru dalam mengendalikan respons sel mamalia terhadap perubahan.”



