SiarKota.Com | Kisah Ilmiah—Di laboratorium yang sunyi, di bawah sorot lampu yang lembut, Piko, seekor tikus kecil berbulu putih dan bermata hitam, melihat berbagai benda tersebar di hadapannya.
Ada bola-bola kecil berwarna-warni, potongan kayu halus, dan mainan plastik berkilauan. Karena itu, Piko harus memilih: tetap bermain dengan bola merah favoritnya, menjelajahi benda-benda baru, atau menyerah dan bersembunyi di sudut kotak.
Ternyata, tiga jenis neuron di otak Piko, yang bekerja seperti “saklar” ajaib, mengendalikan keputusannya.
Dr. Sonja Hofer, yang memimpin para ilmuwan dari Universitas College London (UCL), berhasil menemukan dan memanipulasi “saklar-saklar” ini dengan cahaya.
“Kami bisa mengendalikan pilihan mereka,” kata Dr. Hofer dengan mata berbinar. “Kami bisa membuat mereka bertahan, mengeksplorasi, atau menyerah, hanya dengan mengaktifkan neuron tertentu.”
Tiga Neuron, Tiga Kepribadian
Tim Dr. Hofer merekayasa tiga jenis neuron di nukleus median rafe Piko, membuatnya bersinar dalam warna yang berbeda saat dalam kondisi aktif:
- Saat neuron GABA (hijau) aktif, Piko menjadi sangat gigih. Ia menggigit dan mendorong bola merahnya dengan penuh semangat, seolah-olah bola itu adalah harta karun.
- Saat neuron glutamat (biru) aktif, Piko berubah menjadi penjelajah sejati. Ia melompat dari satu benda ke benda lain, menyentuh, mencium, dan mengamati setiap detailnya.
- Saat neuron serotonin (kuning) aktif, Piko kehilangan semua semangatnya. Ia hanya duduk diam di sudut kotak, tidak tertarik pada apa pun.
“Luar biasa melihat bagaimana satu bagian kecil di otak bisa mengendalikan perilaku yang berbeda,” kata Dr. Roger Marek, ahli saraf dari Institut Otak Queensland, saat menyaksikan aktivitas Piko.
Petualangan Piko di Labirin “T” dan Implikasi pada Manusia
Petualangan Piko berlanjut di labirin berbentuk “T”. Ketika neuron GABA aktif, Piko tetap memilih jalur lama, meskipun makanannya sudah habis.
“Aku yakin makanan ada di sini! Aku hanya perlu mencoba lagi!” seolah itulah yang dipikirkan Piko.
Sebaliknya, saat neuron glutamat aktif, Piko mencari jalur lain. Saat neuron serotonin aktif, Piko menyerah.
“Ini sangat mirip dengan perilaku manusia,” kata Dr. Hofer. “Gangguan psikologis seperti OCD, depresi, dan ADHD mungkin terkait dengan ketidakseimbangan dalam cara kerja neuron ini.”
Para ilmuwan percaya bahwa “saklar-saklar” ini juga ada di otak manusia. Temuan ini bisa menjelaskan berbagai gangguan psikologis.
- OCD dan autisme: “Orang dengan kondisi ini sering kali terlalu gigih dan sulit berpindah dari satu tugas ke tugas lain. Bisa jadi, neuron GABA mereka terlalu aktif,” jelas Dr. Hofer.
- ADHD: “Orang dengan ADHD sering teralihkan dan sulit fokus. Kemungkinan besar, neuron glutamat mereka terlalu aktif,” kata Dr. Hofer.
- Depresi: “Orang dengan depresi sering kehilangan motivasi. Mungkin, neuron serotoninnya bekerja dengan cara yang mirip dengan tikus yang menyerah dalam eksperimen tadi,” tambahnya.
Misteri yang Belum Terpecahkan
Otak manusia lebih kompleks daripada otak tikus. Nukleus median rafe tidak bekerja sendirian.
“Pertanyaan besar yang masih belum terjawab adalah: Kapan dan bagaimana neurotransmiter ini bekerja sama untuk membentuk perilaku kita?” kata Dr. Mark Walton, ahli saraf dari Universitas Oxford.
Meskipun masih banyak yang harus diteliti, kisah Piko membuka wawasan baru tentang otak dan perilaku.



